Senin, 26 Januari 2015

5 CARA EFEKTIF MENGELOLA KELAS (PENGALAMAN PRIBADI)


Penataan kelas karena pengaruh kurikulum 2013 adalah secara berkelompok. Tiap kelas terdiri dari 36 siswa. Jadi, tiap kelas ada sekitar 6-7 kelompok. Bangku pun disusun secara berkelompok membentuk letter U.
Hari ini, aku mengawali pembelajaran diiringi dengan gerimis hujan di kelas VIII-A. Masuk ke kelas seperti biasa, aku mengecek kebersihan. Untuk hari ini kebetulan kelas sudah bersih. Anak-anak sudah mulai terbiasa dengan kebiasaanku yang selalu rewel tentang kebersihan kelas.
Aku mengucapkan salam yang dijawab secara serentak oleh seluruh siswa. Seperti biasa aku memberi waktu sekitar 5 menit untuk anak-anak membersihkan buku pelajaran sebelumnya atau ijin ke kamar mandi. Hal tersebut kulakukan supaya setelah pelajaran kumulai, tidak ada anak yang ijin ke kamar mandi.
Deni namanya, dia selalu membuat ulah. Pembelajaran baru dimulai langsung meminta ijin ke kamar mandi. Karena diawal sudah ada perjanjian, tidak ada yang ijin ke kamar mandi selama jam pelajaranku berlangsung, jadi dengan otomatis ijinnya kutolak. Dengan langkah gontai dia duduk kembali ke bangkunya.
Pembelajaran ku awali dengan apersepsi. Aku mengulangi pembelajaran minggu lalu yaitu materi sastra tentang cerita Ramayana. Anak-anak memang sangat antusias jika aku mendongeng. Kali ini aku cerita tentang Resi Jatayu. Dengan ekspresi yang berbeda-beda mereka menikmati ceritaku.
Pertanyaan pun bermunculan dari mereka. Mereka pun sangat antusias menjawab pertanyaanku sekitar cerita Ramayana.
“Pawakane Resi Jatayu kepriye cah? Absen 12!” Begitu teriakku. Kebetulan hari itu tanggal 12, maka yang aku tunjuk pertama kali adalah anak yang memilki absen 12. Absen 12 adalah Erfan. Erfan memiliki saudara kembar bernama Erfin yang juga ada di kelas VIII-A.
“Garuda bu.” Jawab Erfan
Aku biasa bertanya jawab dengan para muridku. Kadang mereka kusuruh menceritakan kembali apa yang telah aku ceritakan. Memang sedikit kusengaja, ditiap jam pelajaranku Deni selalu kutunjuk untuk maju atau sekedar menjawab pertanyaan dariku.
Kali ini dia harus membuat kalimat dengan menggunakan kata “Rewanda”. Rewanda adalah monyet yang dalam bahasa Jawa memiliki arti kethek.  Hampir selama 5 menit dia tidak mau maju dengan berbagai alasan. Aku minta dia ke depan memperlihatkan pekerjaannya. Kulihat sudah selesai mengerjakan.
“Lha wis bar ngene kok Den. Geneya ora gelem maju?” tanyaku.
“Tulisanku ageng-ageng owk bu.” Jawabnya membela diri.
“Lha gene nek gedhe-gedhe, ayo dang maju ditulis.” Dengan terpaksa dia maju ke depan. Dan betul tulisannya hampir memenuhi papan tulis. Seluruh kelas tertawa. Dengan tersenyum aku pun menyuruhnya kembali ke tempat duduk. Batinku tidak masalah asal dia mau  maju  ke depan.
Pembahasan selama dua jam pelajaran mengenai Resi Jatayu pun terpaksa kuakhiri karena bel panjang tanda pulang sekolah. Hari ini, si Deni dan Natanael tak membuatku geram. Mereka duduk manis mendengarkan pelajaranku.
Seminggu pun berlalu, aku masuk ke kelas VIII-A agak terlambat karena guru sebelum aku keluar melebihi jamnya. Kuberi waktu selama kurang lebih 5 menit untuk mereka membersihkan buku dari pelajaran sebelumnya, papan tulis, dan kupersilahkan jika ada yang mau ke kamar mandi.
Pertemuan kali ini ku awali dengan memasukkan nilai tugas yang kuberikan minggu lalu. Karena kemarin belum sempat memasukkan ke daftar nilai. Aku memanggil nama satu persatu. Memang kelas VIII-A anak laki-lakinya seperti ibu-ibu yang doyan ngerumpi. Betul saja, belum rampung semua kupanggil, sudah rame seperti pasar pindah tempat. Aku terdiam menyaksikan mereka. Karena reaksiku tersebut, anak-anak pun merasa salah dan akhirnya mereka pun diam.
Aku berkata, “Yen isih rame wae, bijine cah lanang-lanang ora tak lebokake.”
Karena ancamanku itu, akhirnya kelas pun menjadi tenang. Rampung sudah nilai tugas kumasukkan. Hanya butuh sekitar 5 menit. Aku memulai materi baru. Aku membahas tentang materi aksara Jawa. Kali ini aku membahas tentang aksara swara. Kujelaskan secara rinci penggunaan aksara swara. Mereka menyimak dengan seksama.
Kujelaskan satu per satu mulai dari aksara A, dan kuberikan contoh beserta soal yang langsung dikerjakan oleh siswa yang kutunjuk. Hari ini ada tiga anak yang tidak membawa buku pegangan, jadi mereka ku minta maju ke depan mengerjakan soal. Frendy namanya, salah satu anak yang hari ini menjadi lakon di kelas VIII-A. Hari ini dia menepati janjinya untuk tidak memakai plester di pipinya. Namun, ulah lainnya dia lupa membawa buku. Jadi, dia salah satu yang kuminta maju untuk mengerjakan soal di papan tulis.
Butuh waktu lama hingga dia menyelesaikan soal yang kuberikan. Meskipun yang dia kerjakan sudah dibimbing akan tetapi tetap juga salah. Namun, tetap kuhargai usahanya. Ada sekitar sepuluh soal yang kuminta untuk dikerjakan di papan tulis secara bergantian. Deni kali ini sangat rajin. Rajin bukan mengerjakan soal, tetapi rajin membersihkan papan tulis. Hal itu ia lakukan supaya aku tidak menunjuknya maju mengerjakan soal.
Soal sudah dikerjakan semua dan kukoreksi bersama-sama. Kemudian setelah kukoreksi, anak-anak kuminta untuk dicatat di buku masing-masing. Materi aksara swara ini tergolong sulit. Jadi, kuwajibkan untuk dicatat di buku. Kuberi peringatan bagi yang tidak mau mencatatnya. Barang siapa yang tidak mencatat, akan kuminta untuk mencatatnya sebanyak sepuluh kali, dan harus ditanda tangani oleh orang tua atau wali murid.
Waktu pun berlalu. Aku mulai berkeliling mengawasi. Dan kutemukan ada sepuluh anak yang tidak mencatat yaitu Erfan, Mardiyan, Khoiriyah, Frendy, Pendi, Natanael, Erfin, Nico, Deni, dan Rusito. Kesepuluh anak tersebut kuberi hukuman yang telah kujanjikan yaitu mencatat sebanyak sepuluh kali dan nantinya harus ditanda tangani oleh orang tua atau wali murid.
Waktu pun berlalu,  bel tanda pulang sekolah berbunyi nyaring. Ku akhiri pelajaran hari ini dengan berdoa bersama. Suasana berdoa yang khidmat pun terganggu oleh suara sumbang Deni yang sengaja mengganggu. Doa pun kuminta diulangi. Akhirnya Deni kuminta ditinggal dan berdoa sendiri.
Begitulah sekilas pengalamanku  mengelola kelas VIII-A yang anak laki-lakinya seperti ibu-ibu arisan. Suka ngerumpi. Semoga peraturan-peraturan yang kuterapkan di kelas ketika mengajar bisa ditiru. Terimakasih






Tidak ada komentar:

Posting Komentar