Rabu, 20 November 2019

Memotret Jejak Peradaban Dengan Merawat Cagar Budaya Indonesia

Rabu, November 20, 2019 6 Comments
Menjadi seorang guru bahasa Jawa membuatku selalu berkutat dengan yang namanya kebudayaan. Banyak tempat yang sudah kukunjungi ketika masih mengenyam pendidikan di Universitas Negeri Semarang hingga saat ini. Candi Sukuh di Karanganyar dan Makam Jaka Tingkir di Sragen adalah sedikit dari banyak tempat bersejarah yang kukunjungi dan kugali sejarahnya untuk tugas kuliah. Mungkin, dua tempat tersebut adalah salah satu dari sekian ribu Cagar Budaya  Indonesia.  

Foto : Koleksi Pribadi

Apa itu Cagar Budaya?


Menurut UU no. 11 tahun 2010, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui proses penetapan. 

Apakah di Pati terdapat Cagar Budaya?


Kok di Pati? Dimana itu Pati? Pati adalah tempatku dilahirkan dan dibesarkan hingga kini. Pati adalah salah satu Kabupaten yang terletak di pesisir pantai utara Pulau Jawa. Jika dilihat dari definisi cagar budaya berdasarkan UU no 11 tahun 2010 diatas, dapat disimpulkan bahwa cagar budaya merupakan peninggalan yang menyimpan banyak sekali ilmu untuk digali. Lalu, apakah di Kabupaten Pati memiliki cagar budaya?

Pati memiliki banyak tempat yang bernilai sejarah dan ilmu pengetahuan. Pati menyimpan sejuta kekayaan sejarah. Pernahkah mendengar cerita rakyat perempuan cantik yang menjual puntung rokok? Perempuan penjual rokok tersebut adalah Rara Mendut. Dia adalah anak asuh dari Adipati Pati yang dibawa ke Mataram sebagai hadiah kekalahan perang. Bahkan, cerita Rara Mendut pernah difilmkan dengan artis Meriam Belina sebagai pemeran utamanya. 

Itu adalah satu dari kekayaan sejarah yang dimiliki tempat tinggalku. Sedangkan, kekayaan sejarah yang mendekati definisi dari cagar budaya menurut UU no 11 tahun 2011, apakah Pati memilikinya? Yup, Pati pun memilikinya. Genuk Kemiri dan Pintu Gerbang Majapahit adalah diantaranya. Kedua tempat yang kusebutkan di atas merupakan warisan budaya berupa kebendaan yang memiliki nilai sejarah dan ilmu pengetahuan.

Situs Kemiri


Situs Kemiri merupakan tempat di Kabupaten Pati yang memiliki nilai sejarah yang penting. Situs Kemiri terletak di Desa Kemiri Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Perasaan pertama yang menggelayuti hati ketika pertama memasuki kawasan ini adalah merinding.

Foto : Koleksi Pribadi


Merinding melihat peninggalan berdirinya Kabupaten tercinta ini. Di Kemiri inilah pusat pemerintahan pertama dari Kadipaten Pati yang dahulu bernama Kadipaten Pesantenan. Terdapat dua pohon ringin besar sebagai gapura memasuki kawasan Kemiri ini. Di dalam kawasan Kemiri ini terdapat beberapa cagar budaya diantaranya adalah Genuk Kemiri dan makam Adipati Kembang Jaya.

Foto :  http://omahkupati.files.wordpress.com


Genuk kemiri merupakan benda yang memiliki sejarah penting bagi Kabupaten Pati. Berdasarkan sejarah yang disampaikan oleh Plawang atau penjaga pintunya, Genuk Kemiri menjadi inspirasi dari Adipati Kembang Jaya menamai Kadipaten baru hasil penggabungan dari 2 Kadipaten yaitu Carangsoka dan Parang Garuda. 

Foto : Koleksi Pribadi

Ketika membuka hutan atau istilah Jawanya babat alas, Adipati Kembang Jaya bertemu dengan penjual minuman dawet. Penjual tersebut menaruh santannya ke sebuah wadah yang terbuat dari tanah liat yaitu genuk. Bermula dari itulah, Adipati Kembang Jaya menamai Kadipaten barunya menjadi Kadipaten Pesantenan. Ketika kekuasaan diwariskan kepada sang putra yaitu Raden Tambranegara, pusat pemerintahan dipindahkan ke Desa Kaborongan dan nama Kadipaten Pesantenan dirubah menjadi Kadipaten Pati hingga saat ini.

Foto : Koleksi Pribadi


Untuk memperingati perpindahan pusat pemerintahan dari Kemiri ke Kaborongan, setiap 5 tahun sekali, bertepatan dengan ulang tahun Kabupaten Pati diadakan kirab "Boyongan". Kirab ini diawali dari Genuk Kemiri ke Pendapa Kabupaten Pati untuk memperingati berpindahnya pusat pemerintahan dari Kemiri ke Kaborongan dan Pergantian nama dari "Kadipaten Pesantenan" menjadi "Kadipaten Pati".
foto : murianews.com

Pintu Gerbang / Gapura Majapahit


Cagar budaya kedua yang ada di Pati adalah peninggalan dari Kerajaan Majapahit yaitu Pintu Gerbang atau lebih dikenal dengan Gapura Majapahit. Menurut cerita sejarah, Gapura Majapahit dibawa oleh Raden Kebo Nyabrang sebagai syarat pembuktian bahwa dirinya adalah putra dari Sunan Muria.

Foto : Koleksi Pribadi

Selain Gapura yang berdiri kokoh, di tempat ini juga tersimpan sirap (atap kayu) asli. Namun, sirap gapura ini sudah tak terpasang lagi.

Foto : Koleksi Pribadi
Gapura Majapahit terletak di tengah pemukiman di desa Rendhole Kabupaten Pati. Gapura Majapahit ini hanya dilindungi pagar besi disekelilingnya. Kondisi tempat Gapura Majapahit ini terbilang biasa saja. Tak terlihat perawatan istimewa di tempat ini, berbeda dengan di Kawasan Kemiri yang terlihat lebih tertata.
Foto : Koleksi Pribadi


Merawat Cagar Budaya

Merawat cagar budaya merupakan hal terpenting agar keberlangsungannya masih bisa dinikmati oleh anak cucu kita. Perawatan dilakukan sebagai salah satu upaya perlindungan cagar budaya. Perlindungan ini diperlukan agar cagar budaya jauh dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Kita tak ingin melihat cagar budaya yang merupakan warisan kekayaan budaya bangsa rusak hanya karena kejahilan segelintir orang yang tak bertanggung jawab. Selain menjaga dari tangan-tangan jahil, pentingnya perawatan cagar budaya adalah supaya bentuk asli baik benda maupun bangunan tak lapuk dimakan waktu.

Foto : Koleksi Pribadi


Gapura Majapahit contohnya, gapura tersebut mendapatkan perawatan rutin dari Disbudparpora Kabupaten Pati. Setiap setahun sekali, perawatan dilakukan dengan memberikan sejenis cairan kimia agar kayu dari gapura tersebut tidak lapuk dan dimakan rayap. Sedangkan perawatan di Situs Kemiri dilakukan dengan membersihkan dan melakukan perawatan rutin lainnya.

Merawat cagar budaya yang rata-rata berumur puluhan dan ratusan tahun memang memerlukan biaya yang tak sedikit. Tenaga ahli yang merawat cagar budaya juga amatlah minim. Karena serba minim itulah diperlukan sebuah komitmen dari berbagai pihak seperti pemerintah dan masyarakat. Komitmen tersebut dikatakan berjalan dengan semestinya ketika kita melihat terawatnya cagar budaya.

Foto : Koleksi Pribadi


Banyak juga cagar budaya di Indonesia ini yang tak terurus karena minimnya komitmen dari pihak yang terkait. Hal tersebut diperparah dengan minimnya kepedulian masyarakat sekitar, sehingga banyak juga kita temui cagar budaya yang harus musnah. Kemusnahan cagar budaya adalah kerugian besar bangsa Indonesia. Kerugian tersebut tak bisa dibayarkan dengan nominal uang karena cagar budaya memiliki kekayaan sejarah yang penting.

Dengan melakukan perawatan cagar budaya, kita dan generasi yang akan datang masih bisa memotret peradaban dimasa lampau. Jejak peradaban yang syarat nilai moral, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan sejarah penting lainnya.

Lalu, bagaimana kita sebagai masyarakat merawat cagar budaya?

Hidup di jaman serba canggih dan digital, kita sebagai masyarakat awam bisa melakukan hal-hal kecil tapi bermakna. Apakah itu?

1. Mencintai
Hal pertama yang dapat kita lakukan untuk merawat cagar budaya adalah dengan mencintai negara tercinta. Dengan mencintai negara tercinta yaitu Indonesia dengan kekayaan alam dan budayanya, kita tak akan rela jika ada pihak yang mencoba merusak, memusnahkan, hingga mengakui kebudayaan kita. Rasa cinta tanah air membuat kita rela berkorban demi bangsa dan negara, termasuk menjaga kekayaan warisan budaya bangsa milik negara.

2. Memotret Jejak Peradaban
Cagar budaya kaya akan makna sejarah, pendidikan, ilmu pengetahuan di masa lampau. Memotret jejak peradaban negeri tercinta dengan merawat cagar budaya adalah langkah penting. Kita melakukan berbagai tindakan pelestarian cagar budaya demi terjaganya jejak peradaban masa lampau agar generasi selanjutnya masih bisa menikmatinya.

Tindakan memotret jejak peradapan yang pertama adalah dengan menggali cerita sejarah dibalik benda ataupun bangunan cagar budaya. Dengan menggali cerita dari cagar budaya tersebut, kita akan mengetahui betapa hebatnya kekayaan warisan budaya masa lampau. Informasi yang tergali tersebut akan terpotret dalam pikiran, hati, dan bahkan menumbuhkan rasa cinta yang mendalam. Hal tersebut kerap kualami ketika sedang menggali cerita sejarah yang melatarbelakangi suatu tempat. Seperti love at the first sight itulah perasaan yang kualami ketika memotret jejak peradaban dari cagar budaya. Sehingga rasa cinta tersebutlah yang akan memperkuat hati untuk tetap ikut menjaga kelestarian cagar budaya.

Membagikan cerita ke khalayak umum adalah tindakan memotret jejak peradaban yang kedua. Dewasa ini, penyebaran informasi amatlah cepat. Potret cerita sejarah yang melatarbelakangi suatu cagar budaya bisa kita tuangkan dalam bentuk tulisan, video, ataupun gambar. Kemudian hasilnya dapat dibagikan ke khalayak umum melalui media sosial. Langkah kecil tersebut akan bermakna bagi kelangsungan sejarah budaya bangsa. Tulisan, video, dan foto tersebut akan tersimpan dalam cloud memory dan menjadi salah satu sumber informasi bagi masyarakat. Dan hal inilah yang kerap kulakukan. Seperti kunjungan ke Gapura Majapahit dan Genuk Kemiri beberapa waktu lalu sudah menjadi sebuah media pembelajaran berbentuk cerita dan video bagi siswa-siswaku agar mereka semakin tertarik dengan cagar budaya yang dimiliki. 

3. Puasa Jahil
Jika berkunjung ke suatu tempat, banyak diantara kita yang tanpa sengaja melakukan tindakan yang merugikan. Sebagai contoh adalah membuang sampah sembarangan, merokok, mengambil sesuatu, dan melakukan tindakan-tindakan kecil yang tanpa kita sadari bisa menyebabkan kerugian. Puasa jahil menjadi syarat wajib yang harus diterapkan pada diri kita agar cagar budaya yang kita kunjungi tetap terawat dan terjaga. Bahkan, jangan segan untuk menegur seseorang yang melakukan tindakan merugikan yang bisa mengakibatkan musnahnya cagar budaya.

Jangan Musnahkan Kekayaan Budaya Kita

Memusnahkan barang merupakan hal yang mudah. Namun, kemudahan tersebut jangan sampai memusnahkan sejarah bangsa. Cagar budaya perlu dirawat, dijaga, dan dilestarikan. Untuk menghindari kemusnahan tersebut, hal kecil yang sudah kulakukan adalah dengan mengedukasi siswa-siswaku melalui materi pembelajaran yang kuajarkan. 

Bahkan, sekolah mengadakan One Day Pati Exotic Tour.  One Day Pati Exotic Tour merupakan paket wisata sehari berkeliling ke berbagai tempat cagar budaya di Kabupaten Pati salah satunya adalah di Situs Kemiri.

Mari kita bersama-sama merawat dan melestarikan Cagar Budaya Indonesia. Jangan musnahkan kekayaan budaya kita.

Foto : Koleksi Pribadi


Disclaimer:

Artikel ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog Cagar Budaya Indonesia : Rawat atau Musnah.
Yuk ikutan!!!






Bahan Bacaan:
https://beritagar.id/artikel/berita/merawat-cagar-budaya-mencatat-peradaban
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/merawat-cagar-budaya-mengelola-jejak-peradaban/
https://id.wikipedia.org/wiki/Cagar_budaya










Selasa, 12 November 2019

4 Alasan Wajib Menikmati Car Free Day Kudus, Liburan dan Kulineran Murmer

Selasa, November 12, 2019 0 Comments
Assalamu'alaikum... Kemana nich liburan panjang kemarin? Kebetulan di bulan November ada weekend panjang di awal bulan dan bertepatan dengan dua hari penting bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Kok bisa? Ditanggal 9 November 2019 yang tepatnya pada hari Sabtu kemarin, kebetulan kalender seluruh Indonesia berwarna merah. Itu berarti LIBUUUUUR. Kebetulan juga tepat berada di hari Sabtu. Bagi yang daerahnya menerapkan 5 hari kerja mungkin tak berpengaruh kali ea? Tapi, lain buatku. Hari Sabtu tanggal merah itu LUAAAAAR BIASAAA senangnya. Kenapa? Jawabannya karena bisa libur dengan keluarga.




Liburan kali ini pergi ke rumah mertua, eyange anak-anak. Rumah mertua berada di kota kretek yaitu Kudus. Kemarin, kita gak kemana-mana sich, cuma menghabiskan waktu ke tempat orang-orang Kudus kulineran di hari Minggu. Yup, kami sekeluarga menghabiskan waktu ke CFD di Simpang 7. Kenapa kami memilih Car Free Day sebagai salah satu menikmati liburan? Berikut 4 alasannya.

Banyak Pilihan Makanan

Di Car Free Day Kudus sepanjang jalan terdapat pedagang kaki lima menjajakan makanan ringan, makanan berat, dan aneka minuman. Banyak sekali pilihan makanan. Aku saja bingung milih makanan yang akan ku beli saking banyaknya pilihan. Masalah harga sangat aman dikantong.




Banyak Aneka Barang Kebutuhan Dijual

Selain makanan, Car Free Day ini juga memberi banyak manfaat bagi pedagang kaki lima yang menjual aneka barang kebetuhan. Banyak lapak pedagang kaki lima menjual pakaian anak, dewasa, jilbab, sepatu, alat elektronik, bantal, mainan anak-anak, dan masih banyak lagi. Berapa harganya? Harganya gak terlalu mahal. Harga yang ditawarkan standarlah, tidak mremo.



Olahraga Jadi Tak Terasa


Karena banyaknya pedagang di kanan-kiri jalan, akhirnya tak terasa kita sudah berolahraga kurang lebih jalan kaki sekilo meter. Pedagang berjajar dari jalan Simpang 7 ke Selatan, kurang lebih 1 kilo meter.


Menyenangkan Anak dengan Modal Tak Seberapa


Selain tiga alasan di atas, car free day Kudus juga dapat memberi hiburan buat anak. Banyak mainan dan permainan yang tersedia. Ada permainan memancing, odong-odong, kereta mini, tembak-tembakan, lukis, dan lain-lain. Cukup 10 ribu, anak dah senang. 



Nah, itu alasan kenapa wajib menikmati car free day di Kudus. Itulah liburanku, mana liburanmu...