Sabtu, 26 Oktober 2019

Napak Tilas "Gerbang Majapahit" Bersama MGMP Bahasa Jawa Kabupaten Pati

Assalamu'alaikum... Alhamdulillah masih diberikan kesehatan yang luar biasa oleh Allah SWT, sehingga kali ini bisa berbagi cerita. Sebenarnya ini cerita awal bulan lalu, tepatnya tanggal 3 Oktober 2019. Hari itu Kamis, 3 Oktober 2019 ada kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jawa Kabupaten Pati. Alhamdulillah, saat itu diberikan kesehatan untuk ikut serta dalam kegiatan MGMP. 



Kegiatan MGMP hari itu lain dari biasanya. Para pangarsa MGMP menjadwalkan kegiatan jalan-jalan atau istilahnya napak tilas ke berbagai tempat bersejarah yang ada di Kabupaten Pati. Perjalanan di awali ke Desa Rendhole yaitu ke tempat Gerbang Majapahit, dilanjutkan ke Sendang Sani, dan terakhir ke Genuk Kemiri. Cerita Sendang Sani sudah pernah kutulis di artikel lain dalam blog ini.

baca ini: sendang-sani-versi-disdikpora-pati


Nah, kali ini mau cerita tentang Gerbang Majapahit. Kok bisa ea Gerbang Majapahit ada di Kabupaten Pati? Padahal, menurut sejarah, Majapahit ada di Jawa Timur? Penasaran? Tetep baca artikel ini sampai habis.


Asal Muasal Cerita


Cerita diawali ketika Sunan Muria selesai dari perkumpulan. Ketika beliau pulang, jalan yang dilewati banjir. Kemudian Sunan Muria berujar, "Sapa sing bisa nyabrangake aku, yen lanang dadi adhiku, dene yen wadon dadi bojoku."

Kebetulan ketika itu ada seorang penggembala kerbau dengan putrinya. Pengembala tersebut bernama Mbah Seba Menggala. Mendengar berkataan Sunan Muria, Hapsari sang putri Mbah Seba Menggala berniat membantu. Hapsari menunggangi kerbau untuk menolong Sunan Muria menyebrang. Sunan Muria kemudia naik ke punggung kerbau milik Hapsari. 



Akhirnya, Sunan Muria berhasil menyebrangi banjir. Untuk menepati janjinya, Sunan Muria pun menikahi Hapsari. Pernikahan berlangsung kurang lebih 1 bulan. Setelah 1 bulan, Sunan Muria kembali ke padepokan Muria dan meninggalkan Hapsari.

Sepeninggal Sunan Muria, Hapsari melahirkan seorang putra dan diberi nama Raden Bambang Kebo Nyabrang. Nama tersebut di berikan Hapsari karena berhasil menyebrangkan Sunan Muria dengan bantuan seekor kerbau. Hapsari meninggal dunia dan Raden Bambang Kebo Nyabrang diasuh kakeknya yaitu Mbah Seba Menggala.

tampak belakang


Setelah dewasa, Kebo Nyabrang bertanya, "Sabenere aku iki anake sapa Mbah?". Kakeknya sudah tidak bisa menutupi asal-usul Kebo Nyabrang dan akhirnya menceritakan bahwa dia adalah anak Hapsari dengan Sunan Muria. Mendengar cerita tersebut, Bambang Kebo Nyabrang pergi untuk bertemu Sunan Muria.

Dia pergi ke padepokan Muria. Ketika bertemu, dia menanyakan kebenaran tentang dirinya. Apakah benar, dirinya adalah putra Sunan Muria. Sunan Muria awalnya mengelak. Kebo Nyabrang kemudian mengeluarkan benda untuk memperkuat jati dirinya. Untuk meyakinkan diri, Sunan Muria memberi satu persyaratan. 

Gerbang Majapahit Sampai Ke Pati

Persyaratan yang diberikan Sunan Muria adalah membawa pintu gerbang Majapahit yaitu pintu Bajang Ratu. Bambang Kebo Nyabrang menyetujui syarat tersebut dan pergi ke Mojokerto untuk mengambil pintu tersebut. 



Di tempat lain, di padepokan Sunan Ngerang, salah satu muridnya yang bernama Raden Rangga berkeinginan menyunting sang putri yaitu Rara Pujiwat. Namun, Rara Pujiwat memberikan satu syarat agar mau dipersunting oleh Raden Rangga. Syarat yang diajukan Rara Pujiwat adalah Ki Rangga mau memboyong pintu gerbang Majapahit ke padepokan Sunan Ngerang. Raden Rangga menyanggupi dan pergi ke Mojokerto. 

Namun, sesampainya di Mojokerto, Raden Rangga kecewa. Kekecewaan tersebut lantaran pintu Bajang Ratu sudah ditidak ada ditempatnya. Pintu tersebut telah dibawa oleh seorang pemuda ke Gunung Muria. Pemuda tersebut tak lain adalah Raden Bambang Kebo Nyabrang.



Raden Rangga pun mengejar Raden Bambang Kebo Nyabrang. Raden Bambang Kebo Nyabrang berhasil disusul. Raden Rangga pun meminta pintu tersebut, tetapi Bambang KEbo Nyabrang tidak mau menyerahkannya.

Pertempuran tak terelakkan lagi. Keduanya bertengkar hebat selama 35 hari. Sunan Muria mendengar pertengkaran tersebut akhirnya turun tangan. Sunan Muria berkata, "Wis lerena, sakloron padha bandhole!" perintah beliau.



Akhirnya kedua orang tersebut berhenti bertarung. Tempat peleraian tersebut sekarang dikenal dengan nama desa Rendhole dari kata padha bandhole. Sunan Muria pun mengakui Raden Bambang Kebo Nyabrang sebagai putranya. Dan disuruh menjaga pintu gerbang Majapahit.

Raden Rangga pun pulang ke padepokan Ngerang dengan membawa pathek pintu yang melengkung ke hadapan Rara Pujiwat. Namun, Rara Pujiwat tidak mau, dia menginginkan pintunya bukan patheknya. Raden Rangga marah. Pathek pintu tersebut dilempar ke Rara Pujiwat. Rara Pujiwat terkena lemparan pathek tersebut dan tenggelam ke sungai.

Kondisi Gerbang Majapahit Saat Ini


Di atas adalah cerita singkat dari asal muasal gerbang Majapahit sampai di desa Rendhole. Kondisi gerbang Majapahit yang ada di desa Rendhole ini sudah tidak 100% asli. Ada beberapa bagian kayu yang diganti. Di tempat tersebut juga ada sirap kayu atau atap kayu asli dari pintu gerbang Majapahit menumpuk di depan pintu.




Di sana juga tumbuh subur pohon "adem-adem ati". Menurut Pak Enggar penjaga pintu gerbang Majapahit, setiap 6 tahun sekali kayu diberi cairan kimia.




Sumber: Pak Enggar (plawang gerbang majapahit)





3 komentar:

  1. Aku betah banget bacanya, soalnya ada informasi sejarah yang bikin 'melek' mengenai pintu kerajaan majapahit ini.

    BalasHapus
  2. Ternyata, sampe numpuk banyak ya kayu-kayu aslinya. Allhamdulillah nggak dibuang, ya. Jadi, orang bisa liat langsung kayu-kayu aslinya kaya gimana.

    BalasHapus